FOTOCOPY AZZA

Kumpulan Makalah

Ads Here

Kamis, 01 Oktober 2020

Makalah Korupsi

                                                                            


                                                                            BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya, namun termasuk negara yang miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari apara tpenyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.

Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya dan mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar. Namun, yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, uang pesangon dan lain sebagainya diluar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir diseluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan

Jikalau kita ingin maju, maka tidak ada pilihan lain selain memberantas korupsi. Jika  tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara kejurang kehancuran.

 

B.     Rumusan Masalah

1.    Apakah Pengertian Dari Korupsi? 

2.    Apa sajakah Macam-Macam Korupsi?

3.    Bagaimana Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggapi Korupsi?

4.    Bagamana Prinsip-Prinsip Antikorupsi?

5.    Apa Yang Menjadi Sebab Terjadinya Korupsi?

6.    Apakah Dampak Negatif Korupsi?

 

C.    Tujuan Makalah

1.    Mengetahui Pengertian Dari Korupsi.

2.    Mengetahui Macam-Macam Korupsi.

3.    Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggapi Korupsi.

4.    Mengetahui Prinsip-Prinsip Antikorupsi.

5.    Mengetahui Sebab Terjadinya Korupsi.

6.    Mengetahui Dampak Negatif Korupsi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.

Dalam bahasa arab korupsi disebut riswah yang berarti penyuapan. Riswah juga dimaknai sebagai uang suap. Korupsi sebagai sebuah tindakan yang merusak dan berkhianat juga disebut fasad dan ghulul. Ketiga istilah ini memiliki rujukan teologis baik dalam hadis maupun Al-quran. Sementara dalam terminologis korupsi diartikan sebagai pemberian dan penerimaan suap. Defenisi korupsi ini lebih menekankan pada praktik pemberian suap atau penerimaaan suap. Dengan demikian baik yang menerima maupun memberi keduanya termasuk korupsi.

David M Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan manipulasi keuangan yang membahayakan ekonomi.

JJ Senturia dalam Encyclopedia of social sciens mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekusaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini dianggap sangat spesifik dan konvensional karena meletakan persoalan korupsi sebagai ranah pemerintah semata.

Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.

Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana untuk memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Sementara itu, Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapat berupa penyuapan ( bribery ), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada istilah penyuapan, yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap.

Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.

 

B.     Macam-macam Korupsi

Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan kedalam 7 kelompok yakni :

1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara

2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap

3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan

4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan

5.  Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang

6.  Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan

7.  Korupsi yang terkait dengan gratifikasi.

 

C.    Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggapi Korupsi

Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung Dan kapolri:

1.   Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan atau Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.

2.    Memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.

3.    Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi

Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah-langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :

1.      Mendesain ulang layanan publik .

2.      Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.

3.      Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi

 

D.    Prinsip-Prinsip Antikorupsi

Prinsip-prinsip anti korupsi pada dasarnya merupakan langkah-langkah antisipatif yang harus dilakukan agar laju pergerakan korupsi dapat dibendung bahkan diberantas. Pada dasarnya Prinsip-prinsip anti korupsi terkait dengan semua objek kegiatan publik yang menuntut adanya integritas, objektivitas, kejujuran, keterbukaaan, tanggung gugat dan meletakkan kepentingan publik diatsa kepentingan individu. Dalam konteks korupsi ada beberapa prinsip yang harus ditegakkan untuk mencegah terjadinya korupsi, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, kewajaran dan adanya aturan maen yang dapat membatasi ruang gerak korupsi, serat kontrol terhadap aturan maen tersebut.

1.    Akuntanbilitas

Prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi. Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar segenap kebijakan dan langkah-langkah yang  yang dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna. Akuntabilitas mensyaratkan adanya sebuah kontrak aturan maen baik yang teraktualisasidalam bentuk konvensi maupun konstruksi, baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga.Melalui aturan maen itulah sebuah  kebijakandapatdipertanggungjawabkan. Oleh kaerena itu prinsip akuntabilitas sebagai prinsip pencegahan tindak korupsi membutuhkan perangkat-perangkat pendukung, baik berupa perundang-undangan maupun dalam bebtuk komitmen dan dukungan masyarakat.

Keberadaan undang-undang maupun peraturansecara otomatis mengaharuskan adanya akuntabilitas.Hal ini berlansung pada seluruh level kelembagaan, baik pada level negara maupun komunitas tertentu. Sebagai prinsip akuntabilitas undang-undang negara juga menyebutkan adanya kewajiban ganti rugi yang diberlakukan atas mereka yang karena kelengahan itu telah merugikan negara.

2.    Transparansi

Transparansi merupakan prinsip yang mengaharuskan semua kebijakan dilakukan secara terbuka sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk, sekaligus kontrol bagi seluruh bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan seluruh sektor kehidupan publik mensyaratkan adanya transparansi sehingga tidak terjadi distorsi dan penyelewengan yang merugikan masyarakat. Dalam bentuk yang paling sederhana keterikatan interaksi antar dua individu atau lebih mengharuskan adanya keterbukaan, keterbukaan dalam konteks ini merupakan bagian dari kejujuran untuk saling menjujung kepercayaan yang terbina antar  individu. 

Sektor-sektor yang harus melibatkan masyarakat adalah sebagai berikut:

a.    Proses penganggaran yang bersifat dari bawah ke atas, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian terhadap kinerja anggran. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan masyarakat melkukan kontrol terhadappengelolaan anggaran.

 

 

b.  Proses penyusunan kegiatan atau proyek

c.   Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan dana.

d.  Proses tentang tata cara dan mekanisme pengelolaan proyek mulai dari proses tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis dari proyek yang dikerjakan oleh pimpinan proyek atau kontraktor.

 

3.      Fairness

Fairness merupakan salah satu Prinsip-prinsip anti korupsi yang mengedepankan kepatutan atau kewajaran. Prinsip Fairness sesungguhnya lebih ditujukan untuk mencegah terjadinnya manipulasi dalam penganggaran proyek pembangunan, baik dalam bebtuk mark up maupun ketidakwajaran kekuasaan lainnya. Jika mempelajari definisi korupsi sebelumya, maka dalam korupsi itu sendiri terdapat unsur-unsur manipulasi dan penyimpangan baik dalam bentuk anggaran, kebijkan dan lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka para perumus kebijakan pembangunan menekankan pentingnya prinsip fairness dalam proses pembangunan hingga pelaksanaanya. Haze Croall dalam bukunya White Collar Crime (kejahatan kerah putih) merumuskan kejahatan kerah putih atau koruptor sebagai kejahatan orang-orang yang menyukai cara-cara licik, menipu dan jauh dari sifat-sifat fairness.

Untuk menghindari  pelanggaran terhadap prinsip fairness, khususnya dalam proses penganggaran, diperlukan  beberapa langkah sebagai berikut:

a.   Komprehensif dan disiplin

b.   Fleksibilitas

c.   Terprediksi

d.   Kejujuran

e.   Informatif

4.  Kebijakan Anti Korupsi

Kebijakan merupak sebuah upaya untuk mengatur tata interaksi dalam ranah social. Korupsi sebagai bentuk kejahatan  luar biasa yang mengancam tata kehidupan berbagai telah memaksa setiap negara membuat undang-undang untuk mencegahnya. Korupsi sebagai bagian dari nilai-nilaiyang ada dalam diri seseorang dapat dikendalikan dan dikontrol oleh peraturan. Kebikjakan anti korupsi dapat dilihat dalam beberapa perspektif, yaitu: isi kebijkan, pembuatan kebijakan, penegakkan kebijakan, hukum kebijakan.

5. Kontrol Kebijakan

Mengapa perlu kontrol kebijakan? Jawaban yang pasti atas pertanyaan ini adalah karena tradisi pembangunan yang dianut selama ini lebih bersifat sentralistik. Menurut David Korten lebih dari tiga dasawarsa, pembangunan diasumsikan dari pemerintah dan untuk pemerintah sendiri. Ini berarti bahwa fungsi peran, dan kewenangan pemerintah teramat dominan hingga terkesan bahwa proses kenegaraan hanya menjadi tugas pemerintah dan sama sekali tidak perlu melibatkan masyarakat seolah-olah pemerintah paling mengetahui seluk beluk kehidupan masyarakat di negarannya. Itulah sebabnya, ditengah arus demokratisasi, paradigma tersebut harus direkonstruksi sehingga tumbuh tradisi baru berupa kontrol kebijakan. Paling tidak terdapat tiga model kontrol terhadap kebijakan pemerintah, yaitu oposisi, penyempurnaan dan perubahan terhadap pemerintah. Penggunaaan tiga metode kontrol tersebut tergantung pada bentuk perumusan dan pelaksanaan kebijakanpemerintah serta pilihan politik yang hendak dibangun.

.

E.     Sebab-sebab Terjadinya Korupsi

Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :

1.    Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi pengaruh tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

2.    Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.

3.    Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.

4.   Kurangnya pendidikan.

5.   Adanya banyak kemiskinan.

6.  Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.

7.  Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

8.  Struktur pemerintahan.

9.  Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.

10.  Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.

 

Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :

1. Greeds (keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.

2.   Opportunities (kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.

3.  Needs (kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.

4.  Exposures (pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :

1.  Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.

2.  Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.

3.  Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.

 

F.     Dampak Negatif Korupsi

1.   Terhadap demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2.  Terhadap perekonomian

a.   Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.

b.    Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran illegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

c.  Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sector publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

 

 

3.         Terhadap kesejahteraan umum negara

Korupsi politis terdapat dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah yang sering menguntungkan pemberi sogok, dibandingkan rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.  Kesimpulan

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi dikategorikan kedalam 7 kelompok yakni korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan negara, korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan, korupsi yang terkait dengan pemerasan, korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, dan korupsi yang terkait dengan gratifikasi

Prinsip-Prinsip Antikorupsi diantaranya adalah Akuntanbilitas, Transparansi, Fairness, Kebijakan Anti Korupsi dan Kontrol Kebijakan

Faktor-faktor yang menyebabkan tindakan korupsi adalah kelemahan kepemimpinan, kelemahan pengajaran agama dan etika, kolonialisme, kurangnya pendidikan, adanya banyak kemiskinan, tidak adanya tindakan hukum yang tegas, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi, struktur pemerintahan, perubahan radikal dan keadaan masyarakat yang semakin majemuk.

Korupsi berdampak negatif terhadap demokrasi, perekonomian dan kesejahteraan umum negara. Upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di indonesia antara lain adalah upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif,) upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, upaya edukasi lsm (lembaga swadaya masyarakat).

 

B.     Saran

Sudah selayaknya bagi kita untuk senantiasa menghindari kasus korupsi, Baik dalam bentuk besar ataupun kecil. Kerena semua itu akan merugikan diri sendiri dan orang lain

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Hamzah, Jurandi. 2005. pemberantasan korupsi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lamintang, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Sinar Baru.

Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas

Muzadi, H. 2004. Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang: Bayumedia Publishing.

Projo, Dikoro wirdjono. 2005. tindak pidana tertentu di Indonesia.  Jakarta: Raja Grafindo Persada.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar