FOTOCOPY AZZA

Kumpulan Makalah

Ads Here

Kamis, 01 Oktober 2020

Makalah Dasar-Dasar Islam

             MAKALAH AQIDAH AKHLAK  DAN PEMBELAJARANNYA

DASAR-DASAR ISLAM



 



 

                                                  DOSEN PENGAMPU :

                                                           Budi Heti S.pd.I M.pd.I

 

                                              DISUSUN OLEH : KELOMPOK SATU

                  Panji Brojol

            M. Lutfiana Agustin

                    M. irsal 

     

  

 

5 PAI PAGI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA”ARIF JAMBI

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

 

puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul dasar dasar islam tepat waktu.

Makalah [judul makalah] disusun guna memenuhi tugas [dosen/guru] pada [bidang studi/mata kuliah] di [sekolah/nama kampus]. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang topik makalah.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada [Bapak/Ibu] selaku [guru mata pelajaran/dosen mata kuliah]. Tugas yang telah diberikan ini dapat  enambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. enulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN............................................................................................. 1

A.latar belakang.................................................................................................. 1

B.rumusan masalah.............................................................................................. 1

C.tujuan penulisan............................................................................................... 1

BAB II

PEMBAHASAN................................................................................................ 2

A.pengertian agama islam................................................................................... 2

B.ruang lingkup ajaran agama islam.................................................................... 3

C.tujuan ajaran islam........................................................................................... 8

BAB III

PENUTUP....................................................................................................... 10

A.kesimpulan..................................................................................................... 10

B.saran............................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.   Latar belakang

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul sebagai hidayah dan rahmat Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia, dan ukhrawi. Agama Islam yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman. Ajaran yang diturunkan Allah tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shahih (Maqbul) berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh yang meliputi bidang aqidah, akhlaq, ibadah, dan muamalah duniawiyah.

 

B.     Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah

1. apa pengertian agama islam ?

2. bagaimana  ruang lingkup ajaran agama islam ?

3. apa tujuan ajaran islam ?

 

C.    Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah para pembaca agar lebih dapat memahami lagi kajian tentang islam dan ruang linggkup ajaran islam beserta tujuan nya.

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Agama Islam

 

Agama Islam, merupakan salah satu agama terbesar yang dianut oleh umat Islam di dunia, salah satu ajarannya ialah untuk menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat yang termaktub Dalam terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[1] Selanjutnya, kata Islam merupakan turunan dari kata as-salmu, as-salamu, atau as-salamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin. Islam berarti suci, bersih tanpa cacat. Islam berarti “menyerahkan sesuatu”. Islam adalah memberikan keseluruhan jiwa raga seseorang kepada Allah SWT dan mempercayakan jiwa raga seseorang kepada Allah semata. Makna lain dari turunan kata Islam adalah “damai” atau “perdamaian” (al-salmu/ peace) dan “keamanan”.

Dalam hal ini, Islam adalah agama yang mengajarkan kepada pemeluknya, orang Islam, untuk menyebarkan benih kedamaian, keamanan, dan keselamatan untuk diri sendiri, sesama manusia (Muslim dan non-Muslim) dan kepada lingkungan sekitarnya (rahmatan lil „alamin). Perdamaian, keamanan dan keselamatan ini hanya dapat diperoleh jika setiap Muslim taat dan patuh, mengetahui dan mengamalkan aturan-aturan, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT yang dijelaskan dalam sumber ajaran agama, yaitu kitab Allah (al-Qur‟an) dan sunnah Rasul (al-Hadist).[2] Agama Islam mempunyai pengertian yang lebih luas dari pengertian agama pada umumnya. Di sini, kata Islam berasal dari Bahasa Arab yang mempunyai bermacam-macam arti, diantara-Nya sebagai berikut:[3]

 

a.        Salam yang artinya selamat, aman sentosa dan sejahtera, yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Kata salam terdapat dalam al-Qur‟an Surah al-An‟am ayat 54; Surah al-A‟raf ayat 46; dan surah An-Nahl ayat 32.

b.      Aslama yang artinya menyerah atau masuk Islam, yaitu agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar- menawar. Kata aslama terdapat dalam al-Qur”an surah al-Baqarah ayat 112; surah al-Imran ayat 20 dan 83; surah An-nisaa ayat125; dan surah Al- An’am ayat 14.

c.       Silmun yang artinya keselamatan atau perdamaian, yakni agama yang mengajarkan hidup yang damai dan selamat.

d.      Sulamun yang artinya tangga, kendaraan, yakni peraturan yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang kepada kehidupan yang bahagia.

Adapun kata Islam menurut istilah (terminologi) adalah mengacu kepada agama yang   bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia.   sempurna (kamil).    

 

B.     Ruang lingkup Ajaran Islam

 

                   Islam sebagai agama dan objek kajian akademik memiliki cakupan dan ruang lingkup yang luas. Secara garis besar, Islam memiliki sejumlah ruang lingkup yang saling terkait, yaitu lingkup keyakinan (aqidah), lingkup norma (syariat), muamalat, dan perilaku (akhlak/behavior).41 Nabi Muhammad SAW menjelaskan tentang agama/ keberagamaan dalam satu kalimat yang singkat, namun padat dan syarat makna yaitu ad-Din al-Mua‟malah atau agama adalah interaksi. Interaksi yang dimaksud di sini adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan baik hidup maupun tidak, serta dengan diri sendiri.[4]

 

 

Pembahasan berikut ini memberikan elaborasi seputar tiga ruang lingkup pembahasan tentang Islam.

 

1.   Aqidah (Iman)

 

Iman yang disebut dalam hadits Nabi SAW. di atas kemudian oleh para ulama dinamakan aqidah. Secara bahasa, kata aqidah mengandung beberapa arti, diantara-Nya adalah: ikatan, janji.[5] Sedangkan secara terminologi, aqidah adalah kepercayaan yang dianut oleh orang-orang yang beragama atau tali yang mengokohkan hubungan manusia dengan Tuhan. Menurut W. Montgomery Watt, seorang pakar study Arab dan keislaman mengatakan aqidah sebagai salah satu istilah dalam Islam mengalami perkembangan dalam penggunaannya. Pada permulaan Islam, aqidah belum digunakan untuk menyebut pokok kepercayaan umat Islam yang bersumber dari syahadat, kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Istilah aqidah baru disebut-sebut dalam diskusi para mutakallimun, ulama ilmu kalam, yang membicarakan secara luas kepercayaan-kepercayaan yang terkandung dalam prinsip syahadatain, dua kesaksian, tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, yang kemudian bermuara pada munculnya beberapa aliran (firqah) dalam Islam.

 

Puncak perkembangannya, istilah aqidah digunakan untuk menunjuk keyakinan dalam Islam yang komprehensif sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Aqidah al-Nizhamiyyah karya al-Juwayni (w. 478 H/ 1085 M).[6] Ikatan dalam pengertian ini merujuk pada makna dasar bahwa manusia sejak azali telah terikat dengan satu perjanjian yang kuat untuk menerima dan mengakui adanya Sang Pencipta yang mengatur dan menguasai dirinya, yaitu Allah SWT. Dalam nada yang bersifat dialogis, al-Qur‟an menggambarkan adanya ikatan serah- terima pengakuan antara Allah dan manusia,[7] seperti di dalam firman-Nya:

 

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".(QS.al-A‟raf [7]:172).[8]

 

Sistem kepercayaan Islam atau aqidah dibangun di atas enam dasar keimanan yang lazim disebut rukun Iman yang meliputi keimanan kepada Allah, para malaikat, kitab- kitab, para rasul, hari kiamat, serta qadha dan qadar-Nya. Orang yang beriman kepada Allah adalah orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut Allah SWT kepadanya.

 

2.     Syari‟at (Islam)

 

Sementara itu, yang dimaksud dengan istilah Islam Dalam hadits Nabi SAW. di atas adalah syari‟ah. Istilah syariah menurut bahasa berarti jalan, yakni jalan besar di sebuah kota. Syari‟ah juga berarti apa yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya meliputi aqidah dan hukum-hukum Islam.[9] Syari‟ah juga mempunyai arti sumber mata air yang dimaksudkan untuk minum. Makna ini yang dipergunakan Bangsa Arab saat mengatakan: (syara‟a al-ibl) yang berarti unta itu minum dari mata air yang mengalir tidak terputus. Syari‟ah dalam arti luas adalah din, agama yang diturunkan Allah kepada para Nabi (Q.S. al-Syura [42]:13.[10]

 

Sedangkan dalam pengertian terminologinya versi kalangan hukum Islam (fuqaha), kata syariat dipergunakan dalam pengertian sebagai hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi hamba-Nya. Dengan pengertian ini, syariat berarti mencakup seluruh syariat samawi yang diturunkan bagi manusia lewat para Nabi yang hadir ditengah-tengah mereka. Penggunaan pengertian umum ini kemudian dispesifikkan para ulama dengan embel-embel syari‟at Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebab syari‟at Islam adalah penutup seluruh syari‟at samawi. Ia juga merupakan intisari syari‟at-syari‟at sebelumnya yang telah disempurnakan bentuk dan isinya sehingga merupakan syari‟at yang paripurna bagi manusia di setiap zaman dan tempat. Atas dasar tersebut, syari‟at didefinisikan sebagai kumpulan hukum yang ditetapkan Allah SWT bagi seluruh umat manusia kepada Nabi Muhammad SAW. melalui titah ilahi dan sunnah.[11]

 

Apabila dikaji lebih mendalam tentang persamaan antara fiqih dan syari‟at dalam konteks ajaran yang diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia di dunia, keduanya mempunyai sumber yang sama, yakni al-Qur‟an dan as-Sunnah. Perbedaannya, syari‟at sifatnya tekstual, hanya apa yang tertuang dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah tanpa ada campur tangan dari manusia, sedangkan fiqih sifatnya lebih fungsional karena teks-teks syari‟at ditafsirkan dan dipahami secara mendalam sehingga memudahkan manusia untuk mengamalkannya. Fiqih menciptakan rukun dan syarat, dan batalnya suatu perbuatan kesyariatan manusia. Fazlur Rahman menyebut fiqih sebagai petunjuk praktis pengalaman syari‟at atau konsep fungsional bagi keberadaan syari‟at.[12]

 

Di kalangan ushuliyyin (ahli ushul fiqih), fiqih diartikan sebagai hukum praktis hasil ijtihad, sementara kalangan fuqaha (ahli fiqih) pada umumnya mengartikan fiqih sebagai kumpulan hukum-hukum Islam yang mencakup semua hukum syar‟i, baik yang tertuang secara tekstual maupun hasil penalaran atas teks itu sendiri. Aspek-aspek kesyariatan yang dipahami melalui pendekatan fiqhiyah adalah semua aturan yang berawal dari teks illahiyah yang mengandung perintah,

larangan maupun semata-mata sebagai petunjuk. Ada dua unsur pokok yang mengandung perintah, larangan, dan petunjuk, yakni: (1) tidak menerima perubahan atau tidak boleh diubah dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, yang disebut dengan tsawabit, misalnya masalah aqidah dan ibadah mahdah; (2) menerima perubahan (mutaghayyirah), baik disebabkan oleh tempat, situasi-kondisi, maupun niat.[13]

 

3.  Akhlak (Ihsan)

Ihsan dalam arti khusus sering disamakan dengan akhlak, yaitu tingkah laku dan budi pekerti yang baik menurut Islam.60 Akhlak berasal dari kata khalaqa (menjadikan, membuat). Dari kata dasar itu dijumpai kata khuluqun (bentuk jamak), yang artinya perangai, tabiat, adat atau sistem perilaku yang dibuat.61Adapun yang dimaksud dengan ihsan dalam hadits Nabi SAW. di atas adalah seperti terlihat pada penggalan hadist yang berarti: Lalu malaikat Jibril bertanya, “Apakah ihsan itu? Rasulullah menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, meskipun engkau tidak sanggup melihat-Nya, karena Dia senantiasa melihat kamu. Ada tiga bentuk cara ibadah:[14]

 

a.      Melaksanakan ibadah dengan menyempurnakan syarat dan rukun atas dasar ikhlas karena Allah semata.

b.      Melaksanakan ibadah dengan perasaan bahwasanya Allah melihat. Inilah yang dinamakan maqam muraqabah.

 

Dengan demikian, ihsan menurut Rasulullah SAW. adalah beribadah kepada Allah. Ibadah ini tidak formalitas, tetapi terpadu dengan perasaan bahwa dirinya sedang berhadapan langsung dengan Allah. Sementara itu, ihsan menurut bahasa berarti kebaikan yang memiliki dua sasaran. Pertama , ia memberikan berbagai kenikmatan atau manfaat kepada orang lain. Kedua, ia memperbaiki tingkah laku berdasarkan apa yang diketahuinya yang manfaatnya kembali kepada diri sendiri. [15]

 

pengamalan agama itu tidak hanya berdimensi syari‟ah, tapi juga berdimensi ihsan yang bertujuan untuk membimbing umat Islam menjadi pribadi yang mulia, merasakan kedekatan dengan Allah, sekaligus bertujuan untuk membangun solidaritas sosial diantara sesama umat manusia. Trilogi ajaran Islam (Aqidah, Syari‟at dan Akhlak) secara umum dipandang sebagai pokok ajaran Islam. Aqidah mengajarkan keimanan dan keyakinan yang akan dijadikan sebagai landasan pandangan hidup, syari‟at (hukum Islam) mengajarkan pola hidup beraturan dalam suatu tatanan hukum komprehensif, dan akhlak menyandarkan muslim atas segala tindakan bermoral yang dilakukannya.[16]

 

 

 

C.    tujuan ajaran agama islam

 

Istilah “tujuan” secara etimologi berarti arah, maksud atau halauan. Dalam bahasa Arab, “tujuan” disebut “Maqāshid”.Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan “goal, purpose, objectives atau aim”.Secara terminologi, tujuan berarti sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai. Tujuan merupakan suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai dilaksanakan. Karena itu, pendidikan yang merupakan suatu usaha yang berproses mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai sebagai indikasi berhasilnya pendidikan tersebut.

 

Sementara itu, Yasin berpendapat bahwa fungsi tujuan pendidikan mencakup tiga aspekyang semuanya masih bersifat normatif. Pertama, memberikan arah bagi proses pendidikan. Kedua, memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan, karena pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai pendidikan yang ingin dicapai dan diinternalisasi pada anak didik. Ada beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan pendidikan Islam. Pertama, Ibnu Khaldun berpendapat tujuan pendidikan Islam berorientasi ukhrawi dan duniawi. Pendidikan Islam harus membentuk manusia seorang hamba yang taat kepada Allah dan membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk persoalan kehidupan dunia. Kedua, al-Ghazali merumuskan tujuan pendidikan Islam kedalam dua segi, yaitu membentuk insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dan menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

 

Menurut al-Ghazali bahwa tujuan pendidikan Islam adalah kesempurnaan manusia di dunia dan akhirat. Manusia dapat mencapai kesempurnaan melalui menggunaan ilmu. Dengan keutamaan tersebut, maka akan memberinya kebahagiaan di dunia serta sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk kebahagiaan yang hakiki. Menelaah dua formula tersebut, tujuan pendidikan Islam mencakup dua aspek utama, yakni mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bersifat komplet yang merangkum tujuan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paripurna serta dibekali akal.[17] Namun perlu dicatat di sini, perkembangan perilaku sosial yang cukup fluktuatif dan sukar ditebak, memerlukan reinterpretasi tujuan pendidikan Islam yang bersifat khusus dan aplikatif. Al-Quran dan Hadis yang menjadi pijakan utama dapat diinterpretasi ulang dengan memadukan nilai-nilai sosio-kultural yang selama ini menjadi pijakan bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur yang ramah dan toleran

 

 


 

 

BAB III

PENUTUP

 

a.      Kesimpulan

Agama Islam, merupakan salah satu agama terbesar yang dianut oleh umat Islam di dunia, salah satu ajarannya ialah untuk menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat yang termaktub Dalam terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Dalam hal ini, Islam adalah agama yang mengajarkan kepada pemeluknya, orang Islam, untuk menyebarkan benih kedamaian, keamanan, dan keselamatan untuk diri sendiri, sesama manusia (Muslim dan non-Muslim) dan kepada lingkungan sekitarnya (rahmatan lil „alamin).

 

b.      Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki.Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Manna‟ Khalil al- Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, judul asli: Mabahith fi‘ulum al-Quran, penj.Mudzakir, cet. Ke-13, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009),

Rois Mahfud, Al- Islam Pendidikan Agama Islam, (Penerbit: Erlangga, 2011),

M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amza, 2006),

M. Quraish Shihab, Menabur pesan Ilahi; Al- Qura‟n dan dinamika kehidupan masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006),

Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progesif, 1997)

W. Montgomery Watt, “Aqida”, dalam The Enscylopedia of Islam, vol.1, h

Rois Mahfud, 0p. Cit,

Yayasan penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op. cit, h.

Ibrahim Anis, Abdul Halim Muntasir dkk, al- Munjid al- Wasit (al-Qahirah: Majma‟ al-luqhah, t.th), cet II,

Nashr Farid Muhammad Washil, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyah, Terjemah, Wahyu Setiawan (Jakarta: Amzah,2009)

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007)

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007)

 



[1] Manna‟ Khalil al- Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, judul asli: Mabahith fi‘ulum al-Quran, penj.Mudzakir, cet. Ke-13, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), 436

[2] Rois Mahfud, Al- Islam Pendidikan Agama Islam, (Penerbit: Erlangga, 2011), h. 3-5

[3] M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amza, 2006), h. 5

 

 

[4] M. Quraish Shihab, Menabur pesan Ilahi; Al- Qura‟n dan dinamika kehidupan masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 3

[5] Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progesif, 1997), h. 953

[6] W. Montgomery Watt, “Aqida”, dalam The Enscylopedia of Islam, vol.1, h.332

[7] Rois Mahfud, 0p. Cit, h. 10

[8] Yayasan penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op. cit, h. 250

[9] Ibrahim Anis, Abdul Halim Muntasir dkk, al- Munjid al- Wasit (al-Qahirah: Majma‟ al-luqhah, t.th), cet II, h. 505

[10] Nashr Farid Muhammad Washil, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyah, Terjemah, Wahyu Setiawan (Jakarta: Amzah,2009), h. 203

[11] Ibid

[12] Beni Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h.42

[13] Ibid, h.43

[14] Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Mutiara Hadist, (Penerbit: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), h.20

[15] Al-Raqib al-Isfahani, Mufradat alfazh al-Qur‟an, (Bayrut: Dar al-Fikr, 1992), h. 118

[16] Taufik Abdullah, (ed). Ensklopedi Tematis Dunia Islam, jilid 3, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 6

[17] Jurnal.pendidikan.islam Volume 9, No. I 2018\

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar