BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadilan sosio ekonomi adalah salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat Islam, yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena yang terisolasi. Semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan politik. Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar ke daerah, satu lembaga yang salah tidak mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan melemahkan apalagi menghilangkan keadilan sosio ekonomi.
Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil). Al-qur’an dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dari kebijakan moneter ?
2. Bagaimanakah sejarah kebijakan moneter ?
3. Apa saja tujuan kebijakan moneter ?
4. Apa saja instrumen-instrumen kebijakan moneter dalam konvensional dan syari’ah ?
5. Bagaimanakah kerangka kebijakan moneter ?
6. Bagaimanakah kebijakan fiskal dalam Islam?
7. Bagaimana peran uang dalam kebijakan moneter ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan moneter
2. Untuk mengetahui sejarah kebijakan moneter
3. Untuk mengetahui tujuan kebijakan moneter
4. Untuk mengetahui instrumen-instrumen kebijakan moneter dalam konvensional dan syari’ah
5. Untuk mengetahui kerangka kebijakan moneter
6. Untuk mengetahui kebijakan fiskal dalam Islam
7. Untuk mengetahui peran uang dalam kebijakan moneter
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang, yaitu :
1. Persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
2. Kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy).
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul Qodim Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. Yang paling penting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya dinamakan sistem uang emas.
B. Sejarah Kebijakan Moneter
Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya. Sistem keuangan pada zaman Rasulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rasulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa Bani Umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa Abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai paling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperti yang pernah terjadi pada masa pemerintahan Bani Mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak . Oleh Ibnu Taimiyah di katakan bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.
C. Tujuan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
D. Instrumen-Instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Syari’ah
Ada empat instrumen utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar :
1. Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)
Adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government security)
2. Fasilitas diskonto (Discounto Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bak umum yang menjamin ke bank sentral.
3. Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasoio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil disbanding sebelumnya.
4. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan dalam Q.S.Al.An’am ayat 152 yang artinya :“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti reserve requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base.
E. Kerangka Dasar Kebijakan Moneter
Hadirnya uang dalam sistem perekonomian akan mempengaruhi perekonomian suatu negara, yang biasanya terkait dengan kebijakan moneter. Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian monetary agregates (besaran moneter, diantaranya berupa uang beredar, uang kredit atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Jumlah uang beredar, dalam analisis ekonomi makro, memiliki pengaruh penting terhadap tingkat output perekonomian dan stabilitas harga-harga. Uang beredar yang terlalu tinggi tanpa disertai kegiatan produksi yang seimbang akan ditandai dengan naiknya tingkat harga dalam perekonomian, yang sering disebut dengan inflasi.
Dengan demikian, kebijakan moneter menjadi faktor penting dalam menstabilisasi siklus bisnis. Kebijakan moneter yang dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat perekonomian yang stabil melalui mekanisme transmisinya pada harga dan output, yang pada akhirnya membawa efek multiplier pada variabel-variabel lain, seperti tenaga kerja. Sebaliknya, sistem moneter yang unrealiable akan membawa pada masalah inflasi dan depresi.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter, pada umumnya mengacu pada peran uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of money (teori kuantitas uang). Teori ini pada dasarnya menggambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan jumlah uang yang beredar dan inflasi.
Untuk melihat hubungan antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, terdapat dua asumsi yang dipakai. Pertama, perkembangan tingkat perputaran uang (V) cukup stabil atau setidaknya dapat diprediksi. Kedua, dalam jangka panjang, perkembangan ouput atau transaksi ekonomi riil (T) yang pada umumnya dapat dianggap konstan dan tidak dipengaruhi oleh perkembangan jumlah uang beredar (long-run money neutrality), namun dipengaruhi oleh perkembangan sisi penawaran dalam perekonomian, seperti jumlah dan produktivitas tenaga kerja, ketersediaan modal dan kemajuan teknologi. Berdasarkan mekanisme transmisi ini, dalam jangka pendek, pertumbuhan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil. Selanjutnya, dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan harga (inflasi), yang pada gilirannnya akan menyebabkan penurunan perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam memelihara keseimbangan jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada perkembangan output riil tetapi mendorong kenaikan laju inflasi secara proporsional. Jalur moneter yang bersifat langsung ini dianggap tidak dapat menjelaskan pengaruh faktor-faktor, selain uang terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga aset, kredit dan ekspektasi. Dalam perkembangan selanjutnya, selain jalur moneter langsung (direct monetary channel), mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi melalui lima jalur lainnya, yaitu (1) jalur suku bunga; (2) jalur nilai tukar; (3) jalur harga aset; (4) jalur kredit; dan (5) jalur ekspektasi.
Sementara itu, instrumen moneter bank sentral di Indonesia, yaitu Operasi Pasar Terbuka (OPT), Fasilitas Diskonto, Giro Wajib Minimum dan Imbauan. Instrumen OPT dilakukan melalui lelang surat-surat berharga, yang ditujukan untuk menambah atau mengurangi likuiditas di pasar uang. Sementara itu, fasilitas diskonto adalah fasilitas kredit yang diberikan pada bank-bank dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sedangkan GWM merupakan jumlah alat likuid minimum yang wajib dipelihara oleh Bank Indonesia.
F. Peranan Uang Dalam Kebijakan Moneter
Dalam ekonomi konvensional, fungsi uang disamakan dengan komoditi sehingga menyebabkan timbulnya pasar tersendiri dengan uang sebagai komoditinya dan bunga sebagai harganya. Pasar ini adalah pasar moneter yang tumbuh sejajar dengan pasar riil (barang dan jasa) berupa pasar uang, pasar modal, pasar obligasi dan pasar derivatif. Akibatnya, dalam ekonomi konvensional timbul dikotomi sektor riil dan moneter.
Lebih jauh lagi, sistem riba,fiat money, commodity money, dan pembolehan spekulasi akan menyebabkan penciptaan uang (kartal dan giral) dan tersedotnya uang di sektor moneter untuk mencari keuntungan tanpa resiko. Akibatnya, uang atau investasi yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar lari ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor riil. Selanjutnya penciptaan uang tanpa adanya nilai tambah akan menimbulkan inflasi. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi yang menjadi tujuan akan terhambat.
Dikotomi sektor riil dan moneter tidak terjadi dalam ekonomi Islam karena absennya sistem bunga dan dilarangnya memperdagangkan uang sebagai komoditi sehingga corak ekonomi Islam adalah ekonomi sektor riil dengan fungsi uang sebagai alat tukar untuk memperlancar kegiatan investasi, produksi dan perniagaan di sektor riil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy) dan Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy). Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
1. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
2. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
3. The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki.
Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak. Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar: Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discounto Rate), Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio), Imbauan Moral (Moral Persuasion).
B. Saran
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kami maupun bagi semua pihak. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menjadikan makalah ini lebih baik dikedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman A.2014. Ekonomi Makro Islami. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Muhammad.2002.Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami. Jakarta:Salemba Empat.
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar