FOTOCOPY AZZA

Kumpulan Makalah

Ads Here

Kamis, 01 Oktober 2020

Makalah Metafisika

                                                                     MAKALAH

METAFISIKA

Dosen Pengampu : Marifatul Adawiyah, M.Pd


 

 

 


 

 

Disusun Oleh :

Gustina Riski Tari

 

 

 

 

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

MAMBA’UL ULUM KOTA JAMBI



2020


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berisi tentang” Metafisikatepat pada waktunya.

Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses belajar.

Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami miliki masih terbatas. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran bagi pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah kami ini.

 

Jambi,   April 2020

 

  

`                                                                         Penyusun 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

                                   

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I  PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang.................................................................................................. 1

B.  Rumusan masalah.............................................................................................. 3

C.  Tujuan............................................................................................................... 3

BAB II  PEMBAHASAN

A.  Pengertian Metafisika....................................................................................... 4

B.  Hubungan antara Filsafat Ilmu dan Metafisika................................................ 8

C.  Objek Kajian Metafisika................................................................................... 9

BAB III  PENUTUP

A.  Simpulan......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSAKA


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), diartikan dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’. Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.

Adapun menurut Kattsoff yang menjadi cabang-cabang filsafat adalah logika, metodologi, metafisika, ontologi dan kosmologi, epistemologi, biologi kefilsafatan, psikologi kefilsafatan, antropologi kefilsafatan, sosiologi kefilsafatan, etika, estetika, dan filsafat agama.

Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu, atau bagian dari pengetahuan. Menurut J.S Badudu (1996-528) ilmu adalah : Pertama, diartikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara sistematis. Kedua, ilmu diartikan sebagai ‘kepandaian’ atau ‘kesaktian’.

Sedangkan Maufur (2008:30), menjelaskan bahwa ilmu adalah sebagian dari pengetahuan yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu, yang artinya ilmu tentu saja merupakan pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu ilmu. Beberapa syarat suatu pengetahuan untuk dapat masuk katagori sebagai ilmu pengetahuan menurut Maufur (2008:32-34) yaitu sistematik, general, rasional, objektif, menggunakan metode tertentu dan dapat dipertanggung jawabkan.

Seringkali ditemukan orang atau berita di televisi yang menyebut kata “metafisika”, hal tersebut selalu dikaitkan ke arah yang ghaib (supernatural), ilmu nujum, perbintangan, dan pengobatan jarak jauh yang bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa. Dalam kehidupan sehari-hari secara sadar ataupun tidak manusia selalu membicarakan tentang hal-hal yang berbau metafisika (kepercayaan), hal-hal yang di luar dunia fisik seringkali dikaitkan dengan metafisika. Sebagai contoh sederhana adalah beriman terhadap agama yang dianut, manusia memahami alam semesta diciptakan oleh Tuhan namun seringkali manusia mempertanyakan bagaimana wujud Tuhan?? Apa Tuhan itu ada? selain itu adanya hantu atau jin. Hal ini menunjukkan hubungan antara manusia dan metafisika. Apa sebenarnya metafisika itu? Metafisika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai penyebab segala sesuatu sehingga hal tertentu menjadi ada, dimana di dalamnya menjelaskan studi keberadaan atau realitas. Belajar dasar-dasar metafisika turut mengarahkan manusia untuk berupaya mengerti lebih dalam keberadaannya.

Dengan berpikir matefisis sebagai pengaruh dari belajar dasar-dasar metafisika tersebut dapat meredam hedonisme dan materialisme. Hal ini selaras dengan karakteristik metafisika yang menekankan kepada pengetahuan akal budi, di mana isi dari pengetahuan akal budi itu lebih pasti ketimbang dengan pengetahuan inderawi yang senantiasa dalam perubahan, yang justru metafisika bila dipelajari mendorong orang untuk mempergunakan akal budi dalam proses mencapai realitas rohaniah sebagai realitas mutlak sang pengatur seluruh alam, dan memang realitas mutlak ini dapat digapai oleh akal budi, sehingga memposisikan realitas material tidak penting manakala menghambatnya.

Metafisika pada masa Yunani kuno dikatakan sebagai ilmu mengenai yang ada dalam dirinya sendiri. Dengan metafisika orang ingin memahami realitas dalam dirinya sendiri. Berbicara mengenai yang ada berarti bergaul dengan sesuatu yang sungguh-sungguh riil, sejauh yang ada itu sebagai suatu kondisi semua realitas. Metafisika mempunyai objek kajian yang mengatasi pengalaman indrawi yang bersifat individual. Metafisika bertugas mencari kedudukan yang individual itu dalam konteks keseluruhan. Metafisika mengajak orang untuk tidak terpaku pada pohon ini atau itu atau masalah kesehatan manusia dan lain-lain yang tertentu, tetapi melihat semuanya itu dalam konteks bahwa semua itu ada.

Metafisika pada masa sekarang menjadi bidang filsafat yang memikirkan dan mempelajari hal-hal yang ‘mengatasi’ atau ‘di luar’ pembahasan tentang hal-hal yang fisik dan empiris di mana sudut pandang metafisika mengatasi fisika (metaphysica).

 

B.       Rumusan Masalah

Untuk dapat menjelaskan lebih mendalam menganai filsafat ilmu dan metafisika adapun rumusan masalah yang mejadi kajiannya :

1.    Apakah yang dimaksud dengan metafisika

2.    Bagaimanakah hubungan antara filsafat ilmu dan metafisika

3.    Apa saja yang menjadi objek kajian dalam metafisika

 

C.      Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :

1.    Untuk mengetahui dan menjelasakan pengertian metafisika.

2.    Untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan antara filsafat ilmu dan metafisika.

3.    Untuk mengetahui dan menjelaskan objek kajian dalam metafisika.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian Metafisika

Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi metafisika berasal dari bahansa Inggris : metaphysics, Latin :metaphysica dari Yunani metaphysica (sesudah fisika); dari kata meta (setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis (alam). Metafisika berasal dari kata meta (di balik, tersembunyi) dan fisika (dunia yang tampak). Metafisika adalah bagian dari filsafat ilmu yang memperlajari di balik realitas. Salah satu buku filsafat menyebutkan bahwa metafisika berarti “di balik yang ada”. Kedudukan metafisika dalam filsafat ilmu sangat kuat. Metafisika sudah merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis. Setiap telaah filosofis terdapat unsur metafisik.[1]

Metafisika merupakan bagian falsafah tentang hakikat yang ada di balik fisika (yang nampak). Hakikat tersebut biasanya bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia biasa. Matafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan tidak dapat diterangkan dengan kaidah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang lain.

Metafisika merupakan cabang filsafat umum yang bertugas mencari jawaban tentang yang “ada”, yaitu filsafat yang memburu hakikat sesuatu yang ada, atau menyelidiki prinsip-prinsip utama. Yang dimaksud dengan “yang ada” atau “being” ialah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Adapun mengenai yang ada itu dibedakan menjadi tiga macam :

· Ada dalam objektif atau ada dalam kenyataan, artinya dapat diketahui dengan panca indra manusia;

·  Ada dalam angan-angan atau ada dalam pikiran; dan

·  Ada dalam kemungkinan.

 

 

Hidup manusia dikelilingi suasana ketiga hal itu, sehingga mewujudkan ada yang sesungguhnya.

Dalam perkembangannya, cabang metafisika yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada, maka penyelidikannya menjadi lebih khusus, sehingga timbul subcabang metafisika yaitu ontology, kosmologi, dan anthropologi. Untuk mendeskripsikan secara lebih jelas posisi dan kedudukan metafisika, dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan dan pemikiran manusia melewati 3 jenis tahapan yaitu :

·      Abstraksi pertama, yaitu fisika, menggariskan bahwa manusia berpikir ketika mengamati secara indrawi. Dengan berpikir, akal dan budi kita “melepaskan diri” dari pengamatan indrawi tertentu yaitu “materi yang dapat dirasakan”. Dari hal-hal yang pertikular dan nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum ; itulah proses abstraksi dari cirri-ciri individual. Akal budi manusia, bersama materi yang “abstrak” itu, menghasilkan ilmu pengetahuan yang disebut “fisika” (“physos” = alam)

·      Abstraksi kedua, yakni matematis. Ini terjadi ketika manusia dapat melepaskan diri dari materi yang kelihatan. Itu terjadi kalau akal budi melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimerngerti. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh jenis abstraksi dari semua ciri material ini disebut “matesis” (“matematika” – mathesis = pengetahuan, ilmu).

·      Abstraksi ketiga, teologi atau “filsafat pertama”. Dengan meng-“abstrahere” dari semua materi dan berpikir tentang seluruh kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang asas pembentukannya, bersifat teleology, asas pertama dalam mendapatkan hakikat realitas dan sebagainya. Pemikiran pada aras ini menghasilkan ilmu pengatahuan yang disebut teologi atau “filsafat pertama”. Akan tetapi kerena pengetahuan ini “datang sesudah” fisika, maka tradisi selanjutnya disebut metafisika.

 

          Sejajar dengan konsep tersebut wilayah filsafat dibagi dalam tiga tingkatan, yakni:

·      First order criteriologi meliputi metafisika, epistemology, aksiologi, dan logika.

·      Second order criteriologi meliputi etika, filsafat ilmu, filsafat bahasa, filsafat pikiran.

·      Third order criteriologi meliputi filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, dan lain-lain.

Metafisika secara tradisional didefinisikan sebagai pengetahuan tentang pengada (being). Di sini metafisika merupakan upaya untuk menjawab problem tentang realitas yang lebih umum, komprehensif, atau lebih fundamental daripada ilmu dengan cara merumuskan fakta yang paling umum dan luas tentang dunia termasuk penyebutan katagori yang paling dasar dan hubungan di antara kategori tersebut.

Metafisika sebagai ilmu mempunyai objeknya tersendiri. Hal ini yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Objek telaahan metafisika berbeda dari ilmu alam, matematika, atau ilmu kedokteran. Metafisika berbeda pula dari cabang filsafat lain, seperti filsafat alam, epistemology, etika, dan filsafat ketuhanan.

Nama metafisika yang diberikan pada karya Aristoteles dapat dilihat dari beberapa segi :

a.    Metafisika sebagai etiket bibliografis atas karya Aristoteles,

b.    Metafisika dari segi pedagonis, dalam tanggapan ini, metafisika adalah ilmu yang sulit dan wajar diajarkan sesudah fisika (tentu saja fisika dalam arti yang diberikan oleh Aristoteles)

c.    Metafisika dalam arti filosofis. Pada abad pertengahan, istilah metafisika mempunyai arti filosofis. Metafisika oleh para filsuf Skolastik diberi arti filosofis dengan mengatakan bahwa metafisika ialah ilmu tentang yang ada, karena mencul sesudah dan melebihi yang fisika (physicam et supra physicam). Istilah sesudah yang dimaksudkan di sini ialah bahwa objek metafisika sendiri berada pada abstraksi ketiga. Metafisika sebagai abstraksi datang sesudah fisika dan matematika. Kata melebihi tidak menunjukkan unsur special, ruang. Kata melebihi berarti metafisika melebihi abtraksi yang lain, menempati posisi tertinggi dari semua kegiatan abstraksi, karena menempati jenjang abstraksi paling akhir.

Keberatan terhadap pandangan ini ialah bahwa metafisika sama saja dengan pengetahuan yang bersifat metaempiris, yakni studi mengenai “sesuatu” (ada) yang mengatasi fenomen atau mengatasi realistis fisik yang tampak. Demikianlah sedikit penjelasan dari pengertia metafisika. Metafisika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai penyebab segala sesuatu sehingga hal tertentu menjadi ada.

Metafisika berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physica yang artinya “yang datang setelah fisika”. Metafisika yang sering disebut sebagai disiplin filsafat terumit dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi (ibarat seorang mahasiswa untuk mempelajarinya menghabiskan beribu-ribu ton beras), bermetafisika membutuhkan energi intelektual yang sangat besar sehingga membuat tidak semua orang berminat menekuninya. Hubungannya dengan teori kemunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

·      Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta;

·      Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab dan aturan;

·      Problem pilihan, khususnya bebebasan versus determinase pada prilaku manusia.

Pentingnya metafisika bagi pembahasan filsafat komunikasi, dikutip dari pendapat Suriasumantri (1983) dalam bukunya “filsafat Ilmu” mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu hakikat tentang keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan pikiran.

Metafisika adalah sebuah kekuatan yang terletak pada kekuatan mental, akal pikiran, hati, jiwa serta semua fisik tubuh manusia, yang mana manusia bisa membangkitkan kinerja semua unsur tubuh mereka, maka mereka memiliki kekuatan yang sangat dahsyat.

 

B.       Hubungan antara Filsafat Ilmu dan Metafisika

Kedudukan metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat. Pertama, metafisika merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis. Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik merupakan hal yang signifikan dalam kajian filsafat. Ini tentu sejajar dengan signifikannya yang menyebut bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu.[2]

Menurut Kattsoff, metafisika termasuk salah satu dari cabang-cabang filsafat yaitu hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal yang terdapat d balik yang nampak. Metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang dijumlahkan. Kita dapat mendefinisikan metafisika sebagai bagian pengetahuan manusia yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam. Secara singkat, dapat dinyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan ini menyangkut persoalan kenyataan sebagai kenyataan, dan berasal dari perbedaan yang cepat disadari oleh setiap orang, yakni perbedaan antara yang tampak (apprence) dengan yang nyata (reality).

Dalam filsafat ilmu menurut Persons (Ismaun:2004) dalam studinya melakukan pendekatan salah satunya adalah pendekatan metafisika, yang bersiifat intransenden. Moral berupa sesuatu yang objektif universal.

Dalam dimensi kajian filsafat ilmu dibagi menjadi dimensi ontologi, dimensi epistemologi, dan dimensi aksiologis. Metafisika termasuk dalam objek kajian pada dimensi ontologi. Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji segala sesuatu secara komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi (2005:14), metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat ‘keluarbiasaan’ (beyond nature), yang berada di luar pengalaman manusia (immediate experience). Menurut Achmadi, metafisika mengkaji sesuatu yang berada di luar hal-hal yang biasa yang berlaku pada umumnya (keluarbiasaan), atau hal-hal yang tidak alami, serta hal-hal yang berada d luar kebiasaan atau di luar pengalaman manusia.

 

C.      Objek Kajian Metafisika

Metafisika adalah cabang tertua dari filsafat, umurnya sama tuanya dengan filsafat itu sendiri. Kelahirannya diawali oleh suatu ketertarikan untuk mengungkap misteri dibalik realitas ini,sama dengan maksud istilahnya yaitu :meta berarti dibalik,dan fisika yang berarti alam fisik . Yang dalam bahasa arab dimengerti sebagai (apa yang ada dibalik fisik ) .Maka metafisika adalah pengetahuan spekulatif filosofis tentang realitas,dimana pengetahuan spekulatif filosofis itu dimaksudkan sebagai menjangkau sesuatu dibalik yang fisik.[3]

Persoalannya apakah pengetahuan spekulatif filosofis itu merupakan gambaran yang benar dari sesuatu yang ada dibalik yang fisik?. Terhadap pertanyaan ini setidaknya ditemukan 2 pandangan : Pandangan pertama melihat bahwa berbagai peristiwa yang terjadi pada alam nyata ini adalah wujud belaka dari apa yang terjadi dialam yang lebih hakiki yang tempatnya berada jauh disana. Dalam sejarah filsafat Plato disebut sebagai filsuf pertama yang berpandangan demikian. Dalam skema pemikiran Plato ditemukan bahwa ia membagi dunia menjadi 2 yaitu: Dunia intelegible sebagai dunia hakiki, dan dunia sensible sebagai dunia yang nyata yang sifatnya sementara dan tidak hakiki. Pandangan kedua menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sesuatu dibalik yang fisik tidak lain merupakan alam pikiran manusia tentang suatu alam yang dianggapnya sebagai alam lain itu. Alam pikiran yang demikian inilah yang disebut Metafisika. Kedua pandangan diatas memang sulit didamaikan dan akan tetap bertahan pada pendiriannya masing-masing. Hanya saja dalam kajian filsafat pandangan yang pertama biasa disebut metafisika in the old fashion  (metafisika klasik), sedangkan pandangan yang kedua disebut metafisika in the new fashion yakni metafisika dalam maknanya yang baru.

Namun harus diakui sejak abad 16 kajian metafisika tidak lagi menarik para ilmuan untuk membahasnya, bagi mereka kajian adalah kuno dan merupakan tindakan kemunduran ke abad pertengahan. Pemukul genderang pemikiran ini adalah filsuf August comte dengan teorinya positivisme. Dalam teorinya itu August comte membagi sejarah pemikiran manusia ke dalam 3 tahap : yaitu mitologi, metafisik dan positif. Karenanya filsafat Comte disebut positivisme. Sampai saat ini kematian metafisika telah mencapai angka 500 tahun,sebuah  waktu yang tidak bisa dikatakan pendek untuk sebuah ilmu dan baru sekitar 1 dasawarsa terakhir ini kajian metafisika mulai diminati kembali bahkan menunjukkan perkembangan yang cukup signiifikan.Bisa dikatakan bahwa dewasa ini metafisika telah tampil dengan objek kajian yang lebih spesifik ,meski tetap pada sifat dasarnya yaitu hanya melihat apa yang ada dibalik yang fisik.

Metafisika mengandung klasifikasi yang meliputi, pertama Metaphysica Generalis (ontology); ilmu tentang yang ada atau pengada. Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Metafisika umum untuk seterusnya digunakan istilah ontologi mengakaji realitas sejauh dapat diserap oleh indra. Cabang utama metafisika adalah ontology, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat dan kemungkinan.

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologism ialah seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan.

Kedua, Metaphysica Specialis atau metafisika khusus yaitu  membahas penerapan prinsip-prinsip kedalam bidang-bidang khusus teologi, kosmologi, dan antropologi. Metafisika khusus mengkaji realitas yang tidak dapat diserap  oleh indra. Adapun metafisika khusus terdiri atas :

1.    Teologi.

             Teologi adalah cabang filsafat yang merupakan bagian dari kajian metafisika. Teologi merupakan pemikiran filosifis tentang persoalan ketuhanan. Hal ini sesuai dengan makna dasarnya yang berasal dari 2 kata, yaitu Theo yang berarti tuhan dan logy yang berarti ilmu .Jadi theology adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang dikaitkan dengan ketuhanan. Maka dalam perjalanannya kajian teologi membahas secara filosofis pokok-pokok agama sebagai hal-hal yang dikaitkan dengan tuhan.

2.    Cosmologi

           Cosmologi merupakan bagian dari kajian metefisika, terkait dengan pokok yang dibicarakan cosmologi biasa disebut fisafat alam. Dilihat dari kata dasarnya cosmology bersal dari kata cosmos yang berarti aturan atau keseluruhan yang teratur,sebagai lawan kata dari chaos yang berarti kekacau-balauan. Maka sebenarnya cosmologi adalah      pengetahuan filosofis tentang keteraturan alam.

3.    Antropologi

             Antropologi merupakan salah satu bagian dari kajian metafisika. Berasal dari kata yunani yaitu Anthropos yang berarti manusia. Antropologi merupakan bagian dari kajian metafisika yang membicarakan soal hakikat manusia. Sepanjang sejarah filsafat persoalan manusia terus menerus dicoba untuk diungkapkan. Telah banyak karya mengenai apa sebenarnya yang disebut manusia itu, semakin digali dan diperdalam persoalan manusia semakin menarik perhatian.Namun masih banyak teka-teki mengenai manusia yang belum bisa terjawab juga bahkan sampai hari ini.

Jadi, Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika khusus membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam bidang-bidang khusus : teologi, kosmologi dan antropologi. Pemilahan tersebut didasarkan pada ada dapat tidaknya diserap melalui perangkat indrawi suatu objek filsafat pertama. Metafisika umum mengkaji realitas sejauh dapat diserap melalui indra sedang metafisika khusus (metafisika) mengkaji realitas yang tidak dapat diserap indra, apakah itu realitas ketuhanan (teologi), semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun hakekat manusia (antropologi).[4]

Dengan membincangkan metafisika member pemahaman bahwa filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan. Disebut “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian dari filsafat dan disebut “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan tentan batas-batas dari kekhususannya. Maka metafisika memiliki ruang lingkup pokok bahasan yang mencakup :

·           Pertama tentang kajian ikuiri keapa yang ada (exist), atau apa yang betul-betul ada,

·           Kedua tentang, ilmu pengetahuan tentang realitas, sebagai lawan dari yang tampak (appearance),

·           Ketiga, studi tentang dunia secara menyeluruh dengan segala teori tentang asas pertama (first principle); prima causa yang wujud di alam (kosmos).

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya maka dapat tarik kesimpulan sebagai berikut :

1.    Metafisika adalah merupakan cabang filsafat yang bertugas mencari jawaban tentang yang ‘ada’ yaitu filsafat yang memburu hakikat sesuatu yang ada atau menyelidiki prinsip-prinsip utama.

2.    Hubungan antara filsafat ilmu dan metafisika adalah bahwa kedudukan metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat. Pertama, metafisika merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis. Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik merupakan hal yang signifikan dalam kajian filsafat. Ini tentu sejajar dengan signifikannya yang menyebut bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu.

3.    Yang menjadi objek kajian dalam metafisika adalah metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika khusus membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam bidang-bidang khusus : teologi, kosmologi dan psikologi. Pemilahan tersebut didasarkan pada ada dapat tidaknya diserap melalui perangkat indrawi suatu objek filsafat pertama. Metafisika umum mengkaji realitas sejauh dapat diserap melalui indra sedang metafisika khusus (metafisika) mengkaji realitas yang tidak dapat diserap indra, apakah itu realitas ketuhanan (teologi), semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun kejiawan (psikologi).


DAFTAR PUSTAKA

 

Bekker, Anton. 1994. Antropologi Metafisik. Yogyakarta: Penerbit Kansius

Delfgaauw,B, 1988. Ontologi dan Metafisika dalam Soejono Soemargono (Ed) Berpikir Secara Kefilsafatan Yogyakarta : Nur Cahaya.

Edi Subkhan. 2008.  Metafisika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas negeri Jakarta.

Fakhry, Majid,1987,A History of Islamic Philsopy alih bahasa R. Mulyadi Kartanegara. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta : Pustaka Jaya,.

 



[1] Bekker, Anton. 1994. Antropologi Metafisik. Yogyakarta: Penerbit Kansius. Hal 63.

 

[2] Delfgaauw,B, 1988. Ontologi dan Metafisika dalam Soejono Soemargono (Ed) Berpikir Secara Kefilsafatan Yogyakarta : Nur Cahaya. Hal 32.

 

[3] Edi Subkhan. 2008.  Metafisika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas negeri Jakarta. Hal 84.

 

[4] Fakhry, Majid,1987,A History of Islamic Philsopy alih bahasa R. Mulyadi Kartanegara. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta : Pustaka Jaya,.hal 59.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar